Salah satu "kepusingan" analis sektor keuangan di Negara maju adalah berhadapan dengan fakta menjamurnya indeks. Bervariasi, redandensi, bahkan duplikasi. Di sana ada ratusan indeks kegiatan sektor riil, ada yang leading, ada yang coincident, ada yang lagging. Bertebaran pula indeks harga komoditi, baik komoditi tunggal maupun kelompok komoditi.
Di pasar keuangan lebih seru. Membuat daftar indeks berbasis equity di pasar modal Amerika Serikat saja mungkin membutuhkan lima sampai enam halaman cetak satu spasi. Mulai dari kelompok Dow Jones yang mendunia hingga PHLX Gaming Index dari bursa lokal yang di Bursa Saham Philadelphia sendiri tak banyak dikenal.
Di pasar keuangan, indeks harga saham (IHS) memang memiliki banyak fungsi. Kolom kali ini ingin mendongeng tentang itu. Pertama, seperti galibnya indeks, IHS berfungsi sebagai trend pasar. Pada fungsi ini saja sudah muncul persoalan, karena dalam composite index suatu bursa terkandung saham-saham yang tidak likuid, yang harganya sering menyesatkan karena sudah ketingalan zaman. Itu sebabnnya BEJ membidani LQ 45 untuk melengkapi IHSG yang sudah lahir sebelumnya.
Kedua, IHS merupakan indikator tingkat keuntungan rata-rata saham-saham yang merupakan anggota indeks tersebut. Di sini persolannya menjadi lebih rumit. Kita ambil contoh: Beberapa IHS yang dihitung dengan formula rata-rata harga membutuhkan penyesuaian setiap kali ada aksi korporasi yang membawa dampak split atau penurunan harga saham. Sebagai indikator keuntungan IHS hanya boleh berobah kalau pemilik portfolio saham yang beranggotakan indeks tersebut mengalami perubahan kekayaan riil.
Bayangkan suatu saham yang semula harganya Rp 10.000 melakukan stock split "satu jadi dua". Teoritis harga saham ex-split akan menjadi Rp 5.000. Pemegang saham sebenarnya tidak menjadi lebih kaya atau lebih miskin (neither better off nor worse off) karena kalau tadinya ia memiliki satu saham dengan harga Rp 10.000, kini memiliki 2 saham dengan harga Rp 5.000. Lain halnya dengan indeks rata-rata harga. Tanpa adjustment maka indeks akan mengalami penurunan. Tanpa penyesuaian yang dilakukan secara konsisten, indeks tersebut akan sangat menyesatkan sebagai indicator keuntungan.
Ketiga, IHS memfasilitasi pembentukan index funds (reksadana indeks). Indeks yang anggota sahamnya diseleksi dengan kriteria yang baik dan transparan secara langsung membantu investor dan menajer investasi dalam menyortir saham sebagai objek investasi. Kalau composite index bisa diumpamakan sebagai sekarung jeruk dari segala ukuran, kualitas dan rasa, maka indeks yang diseleksi dengan baik merupakan pemisahan antara jeruk lokan, jeruk siam, jeruk Medan dan- bahkan - jeruk Bali. Itu sebabnya Dow Jones Industrial Average yang "cuma" terdiri dari 30 saham yang diseleksi dari belasan ribu saham perusahaan publik di Amerika Serikat sering dijuluki sebagai the bluest of blue chip. Dan memang terbukti sebagai success story karena puluhan mutual funds kemudian memokuskan perhatiannya kepada saham-saham anggota DJIA
Keempat, IHS pada giliranya juga memperkaya underlying asset instrumen derivatif semacam stock index futures (SIF) dan option on SIF. Kehadiran derivatif semacam itu, selain sarana lindung nilai yang memberikan payung asuransi bagi manajer investasi yang mengelola portfolio, juga sangat memudahkan dan menurunkan biaya transaksi. Mengambil posisi long pada satu SIF merupakan subtitusi langsung dari membuat postfolio yang terdiri dari saham-saham anggota indeks tersebut. Anda tentu bisa membayangkan perbedaannya: Mengambil posisi long pada SP 500 futures dengan satu kali transaksi dan satu kali bayar komisi dengan membeli 500 saham SP 500 dengan komposisi tertentu yang berarti 500 kali transaksi dan 500 kali komisi.
Dalam fungsinya sebagai underlying asset ini, IHS memang harus tersedia beragam di pasar. Semakin kaya variasi portfolio, semakin banyak pula derivatif indeks yang dibutuhkan. Untuk tujuan lindung nilai, manajer investasi tentu akan memilih SIF yang anggota indeksnya paling dekat dengan komposisi portfolio yang dikelolanya.
Kelima, erat hubunyannya dengan fungsi ketiga dan keempat, IHS memiliki fungsi penting sebagai tolok ukur (bench mark) dalam mengevaluasi kinerja portfolio. Dalam semua pendekatan evaluasi portfolio, dibutuhkan tolok ukur pasar, market bench mark. Sungguh tidak lucu seorang manajer investasi yang mengelola reksadana saham menggunakan IHSG BEJ sebagai tolok ukur. Sama tak lucunya mengukur kualitas jeruk Medan dengan menggunakan sekarung jeruk campur aduk sebagai tolok ukur. Untuk memperoleh komposisi portfolio dengan kinerja yang lebih baik dari unjuk kerja IHSG tidak diperlukan kualitas seorang manajer investasi, cukup dilakukan oleh seorang biasa yang punya common sense, yang bisa membedakan mana perusahaan prospektif mana yang tidak. Mana industri yang growing mana yang sun set.
Manajer investasi yang mengelola reksadana saham yang menggunakan IHSG sebagai tolok ukur kinerja portfolionya, mengundermine kualitasnya sendiri sebagai selected expert. Hanya saja pada tahap ini memang masih ada kambing hitam yang bisa menjadi scapegoat: "Tokh indeks harga saham yang tersedia di dalam negeri, memang cuma itu-itu saja"
Home »
» SEPUTAR INDEX HARGA SAHAM
SEPUTAR INDEX HARGA SAHAM
Written By PAGUYUBAN TRADING FOREX DAN INDEX SAHAM on 5.08.2009 | 00.11
Related Articles
Jika Anda senang dengan artikel ini silahkan klik di sini, atau masukan email Anda pada kolom di bawah ini untuk berlangganan. Kami akan mengirimkan update artikel ke email Anda.
Ditulis Oleh : ~ PAGUYUBAN TRADING FOREX DAN INDEX SAHAM ~
Artikel SEPUTAR INDEX HARGA SAHAM ini diposting oleh PAGUYUBAN TRADING FOREX DAN INDEX SAHAM pada hari 5.08.2009.
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.
Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.
0 komentar:
Posting Komentar